Thursday, September 22, 2011

PP No 53 Tahun 2010 tidak akan mampu membuat PNS produktif

Dengan diterbitkannya PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai tentu merupakan upaya baru dari pemerintah untuk membenahi kinerja Pegawai Negeri Sipil yang selama ini dikenal sangatlah tidak efektif. Upaya ini tampak sangat progresif dengan sederet sanksi-sanksi bagi pegawai yang melanggar ketentuan yang telah diatur. Sebagaimana diatur dalam Bab III tentang Hukuman Disiplin yang secara lengkap dituliskan sebagai berikut:

Pasal 5


PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.


 Pasal 6


Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.


 Pasal 7


(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:


a. hukuman disiplin ringan;


b. hukuman disiplin sedang; dan


c. hukuman disiplin berat.


(2)  Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:


a. teguran lisan;


b. teguran tertulis; dan


c. pernyataan tidak puas secara tertulis.


(3)  Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:


a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;


b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan


c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.


(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:


a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;


b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;


c. pembebasan dari jabatan;


d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan


e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.


Dilihat dari pendekatannya PP ini dapat dikatakan sebagai pendekatan feodal. Hal tersebut terlihat dari seluruh isi PP ini hanya mengatur tentang Hukuman bagi PNS yang melanggar peraturan pemerintah atau tidak disiplin. Sedangkan PNS yang melaksanakan disiplin dengan baik, atau malah berprestasi dalam menjalankan tugas tidaklah ada apresiasi berdasarkan PP ini. Mungkin   asumsinya adalah sebuah kedisiplinan atau prestasi kerja yang dilakukan oleh PNS adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PNS.


Paradigma yang demikian sebenarnya tidaklah realistis dalam dunia kerja. Mengapa selama ini PNS dikenal sangat tidak efektif dan tidak produktif dalam kerjanya. Ini mungkin disebabkan oleh berbagai hal yang sebenarnya juga berasal dari berbagai kebijakan Pemerintah yang memang menumbuhkan kondisi kerja PNS demikian. Kalau kita analisis secara menyeluruh tentang mekanisme kerja di Pegawai negeri sipil, ada beberapa hal yang sangat bertolak belakang dengan   upaya disiplin PNS tersebut, antara lain:




  1. Sistem penggajian PNS yang tidak mendorong pegawai untuk produktif, yaitu memberikan gaji bulanan diawal bulan dengan besaran lebih ditentukan oleh tingginya golongan dan senioritas (masa kerja). Di sini nampak sekali bahwa sedisiplin apapun, sehabat apapun kerja seorang PNS Yunior pasti gajinya akan lebih sedikit dibanding PNS senior. Demikian juga sebaliknya semalas apapun, bahkan boleh dibilang sangat tidak produktif misalnya, gaji PNS senior akan tetap lebih tinggi dari PNS Yunior yang sangat berprestasi. Selain itu gaji yang diberikan di awal bulan dengan tanpa melihat hasil kerja adalah sebuah pengkondisian sikap malas di lingkungan PNS.

  2. Peraturan pemerintah RI yang mengatur tentang kompetisi sehat di lingkungan PNS selama ini belum ada, justru yang ada adalah PP tentang hukuman-hukuman. Sementara kita tau untuk menghindar dari hukuman tersebut adalah hal yang sangat mudah karena itu hanya dibutuhkan prasyarat formalitas atau adminsitratif saja. Misalnyanya seorang PNS datang di pagi-pagi dan pulang siang sesuai jam yang ditentukan, tanpa harus melakukan apapun dikantor atau tanpa arah tujuan dia mau mengerjakan apa pada hari itu. Kondisi demikian sebenarnya hanya akan memunculkan budaya "lamis" di lingkungan PNS. PNS tidak harus berprestasi, PNS tidak harus produktif dan PNS tidak harus bekerja efektif karena toh penghasilan mereka tidak ditentukan oleh semua itu.

  3. Karir seorang PNS selama ini lebih banyak ditentukan oleh kepentingan politik dari pada prestasi, dedikasi dan produktivitas kinerjanya. Diakui atau tidak kecenderungan ini sudah sangat banyak berlangsung di lingkungan PNS, sehingga banyak pimpinan di lingkungan PNS yang tidak dibekali dengan kapasitas yang cukup umtuk memimpin suatu institusi. Sehingga yang muncul dari seorang pimpinan yang tidak mempunyai kapasitas yang cukup seperti itu adalah hanya tahu bagaimana ia menghukum anak buah, dan jarang sekali bisa memahami bagaimana ia bisa menghargai anak buah yang berprestasi karena dia sendiri tidak memiliki sejarah berprestasi di lingkungan kerjanya.

  4. PP No 53 Tahun 2010 yang mengatur bagaimana seorang PNS dikatakan "melanggar" dan "bagaimana caranya untuk menghukum"  dengan tidak disertai dengan target kerja yang jelas untuk masing-masing PNS hanyalah akan mendidik PNS yang tidak efektif dalam bekerja. Agar tidak melanggaran PP tersebut kewajiban seorang PNS hanyalah hadir di kantor sesuai waktu yang telah ditentukan, tanpa harus memenuhi target apapun dalam bekerja. Hampir setiap hari saya melihat setelah jam 13.00 teman-teman PNS  kebanyakan hanya ngobrol atau duduk-duduk sambil menunggu jam pulang kantor. Alangkah tidak efektifnya tenaga mereka walau secara peraturan tidak melanggar.  Kerja yang efektif logikanya adalah jika target kerja sudah selesai hari itu, mestinya dia harus segera mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk segera melakukan hal-hal lain yang menjadi target berikutnya. Namun demikian jika memang di kantor sudah tidak ada lagi target yang harus diselesaikan akan lebih efektif jika dia pulang dan dapat mengerjakan tugas lain di rumahnya. Demikian juga sebaliknya jika memang target kerja mereka belum terselesaikan dengan baik pada hari itu konsekwensinya dia harus lembur sampai target kerja terselesaikan. Dalam hal ini maka kepiawaian seorang pimpinan dalam institusi pemerintah untuk menjabarkan target tugas yang harus diselesiakan anak buahnya dalam setiap hari sangat diperlukan.  Dengan begitu lama kerja seorang PNS tidak akan banyak tergantung dengan keberadaan seorang "mandor" di kantor, namun lebih ditentukan dari target kerja. Seorang PNS tidak akan iri ketika melihat temannya pulang lebih awal, karena mungkin target kerjanya sudah terselesaikan terlebih dahulu, atau memang ada urusan yang sangat mendesak sehingga dia akan rela mengganti kerja lembur di lain hari.

  5. Peraturan Pensiun Dini bagi PNS yang tidak produktif atau bagi PNS yang sudah tidak nyaman bekerja menjadi PNS belum di atur oleh pemerintah. Pensiun bagi PNS masih berdasarkan pada PP No 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri sipil. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa usia pensiun seorang PNS adalah 56 tahun. Bahkan dalam PP terbaru yaitu PP no 64 Tahun 2008 malah usia pensiun bagi pegawai tertentu diperpanjang. Untuk bisa pensiun dini hanya ada 3 pilihan, yaitu tidak cakap jasmani atau rohani, melakukan pelanggaran hukum dan meninggal dunia. Sangat sulit bagi PNS yang tidak produktif lagi dalam bekerja namun secara jasminah masih bisa hadir di kantor untuk di Pensiun Dini. Tidak sebagaimana halnya dengan perusahaan. Jika seorang pegawai tidak cakap dalam bekerja maka akan segera di pensiun dini, tentu dengan konsekwensi memberikannya pesangon.


Melihat fenomena tersebut saya berfikir PP No 53 Tahun 2010 ini tidak akan banyak berpengaruh terhadap produktivitas kerja PNS di Indonesia.  Namun demikian bukan hal yang tidak mungkin untuk membuat PNS menjadi lebih produktif. Namun memang diperlukan langkah dari semua pihak, antara lain:



  1. Membuat sistem baru tentang penggajian PNS yang mendorong PNS untuk kerja lebih produktif, misalnya dengan sistem time sheet, bonus kerajinan dan sebagainya.

  2. Menciptakan kompetisi sehat di lingkungan PNS. Misalnya dengan reward and punishmen yang jelas. Memberikan hukuman bagi yang melanggaran sebagai mana di atur dalam PP No 53 Tahun 2010, dan juga memberikan penghargaan bagi PNS yang berprestasi yang juga harus dituangkan dalam PP.

  3. Karir PNS harus benar-banar didasarkan pada indikator yang jelas dan obyektif, yaitu berdasarkan produktivitas kerja dan prestasinya. Kekuasaan  Politik sejauh mungkin tidak terlibat dalam penentuan jabatan karir seorang PNS.

  4. Setiap pimpinan institusi di lingkungan Dinas pemerintah harus bisa menjabarkan target kerja bagi anak buahnya dalam rangka mencapai tujuan institusi dinas yangn bersangkutan. keterampilan menjabarkan target kerja tersebut juga harus diikuti oleh personal PNS di bawahnya secara berkelanjutan setiap hari.

  5. Sediakan peluang bagi PNS untuk Pensiun Dini sebelum usia 50 tahun, jika PNS yang bersangkutan nyata-nyata tidak lagi produktif dalam bekerja atau memang sudah tidak menginginkan lagi menjadi PNS. Hal tersebut sebenarnya sudah digagas oleh Menteri Keuangan, namun belum mendapat respon dari  Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara maupun dari BKN.


BISAKAH ??? SEMOGA.

3 comments:

  1. selama para pengambil kebijakan masih menganut paham feodalisme, maka jangan pernah berharap produktifitas dari PNS...

    ReplyDelete
  2. selama para pengambil kebijakan masih menganut paham feodalisme, maka jangan pernah berharap produktifitas dari PNS....

    ReplyDelete
  3. muzhar jafietma, S.PdOctober 24, 2011 at 8:15 AM

    smua it trgantung dri intrgritas diri pns it sndri..

    ReplyDelete