Wednesday, December 1, 2010

Tanggung Jawab Pemda dalam peningkatan mutu pendidikan

Serah terima Program DBE 2 USAID Kepada Pemda
Kab. Grobogan
Tanggal 30 Nopember 2010 yang lalu saya mewakili PC DBE 2 Jawa Tengah untuk melaksanakan serah terima program DBE 2 kepada Pemerintah kabupaten Grobogan. Dengandilakukannya serah terima program tersebut, maka secara yuridis, maka hak pembinaan dan pengelolaan program kini sepenuhnya berada pada tangan pemerintah daerah kabupaten Grobogan yang dalam hal ini direpresentasikan oleh Dinas pendidikan kabupaten Grobogan. Dengan demikian semoga praktik-praktik terbaik dari program DBE (Decentralized Besic Education) 2 USAID dapat terus dipertahankan dan syukur bisa dikembangkan oleh Pemerintah Kab. Grobogan secara lebih konsisten.

Adanya UU otonomi daerah dan UU perimbangan keuangan pusat semakin membantu dan memberi kesempatan kepada pemerintah daerah untuk seluas-luasnya mengelola pendidikan sebaik mungkin. Secara eksplisit kewenangan dan alokasi dana pendidikan ini disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 29: “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).


Realisasi dari UU ini tentunya mengarah pada tanggung jawab pemerintah daerah yang semakin meningkat dan semakin luas, termasuk dalam manajemen pendidikan. Pemerintah daerah dengan legitimasi UU ini diharapkan senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan; sejak mulai tahap perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada tingkat pengawasan di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional. Pengaturan otonomi daerah dalam bidang pendidikan secara tegas dinyatakan dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 yang mengatur tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat dan provinsi. Semua urusan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat dan provinsi tersebut sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.

Unsur-unsur Terjaminnya Mutu Pendidikan di Era Otonomi Daerah

Pemerintah melalui program-program pendidikannya sebenarnya telah berusaha untuk terus memperbaiki system pendidikan dan mutu material (kurikulum) pendidikan di Indonesia. Usaha ini tercermin dalam berbagai perubahan kurikulum yang pernah ada, mulai dari kurikulum 1968, Kurikulum 1975, kurikulum 1984, Kurikulim 1994, KBK dan KTSP (Abd. Rachman Assegaf, 2005). Tampak sekali hal ini dilakukan sebagai usaha untuk memeperbaiki system dan mutu materi pendidikan di Indonesia. Namun alih-alih mencapai sasaran, pembangunan pendidikan melalui perubahan kurikulumnya ini nampak sekedar aksi trial-error buah dari peralihan kepemimpinan di tingkat pemegang kuasa politik di Indonesia. Usaha “uji coba” kurikulum ini melupakan subtansi dari tujuan pendidikan yakni pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi hak setiap warga negara. Pertanyaannya, bagaimanakah usaha menjawab kebutuhan pendidikan ini sesuai dengan spirit kebutuhan daerah?

Yang perlu diketahui bahwa otonomi daerah yang berimplikasi pada otonomi pendidikan ini dibangun atas dasar filosofi bahwa masyarakat di setiap daerah merupakan fondasi yang kuat dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) secara nasional. Sisi moralnya adalah bahwa orang-orang daerahlah yang paling mengetahui permasalahan dan kebutuhan mereka sendiri. Penyelenggaraan otonomi daerah semestinya mendorong terjadinya proses otonomi pendidikan di tingkat daerah. Adanya Otonomi daerah dan otonomi penyelenggaraan pendidikan daerah bertujuan agar pengelolaan dan menyelenggarakan pendidikan lebih sesuai dengan konteks kebutuhan daerah yang bermutu dan adil.

Hasil dari otonomi daerah dan otonomi pendidikan adalah out put yang cerdas secara nasional dan arif dalam tingkatan local. Out put yang cerdas dan arif ini secara umum akan membentuk tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik, berhasil dan produktif sesuai dengan konteks dimana ia berada. Dan melalui pendidikan yang mengerti lokalitas (yang sesuai dengan kebutuhan daerah) menjadi satu-satunya media pembentuk masyarakat tamadun (beradap), yang menjadikan manusia berada pada piramida tertinggi dalam pola relasi kehidupan di dunia (khalifatullah fil Ardh) berguna dan bernilai sesuai dengan konteks kedaerahan dan kebutuhan masyarakatnya.

No comments:

Post a Comment