Friday, July 16, 2010

Standar Kualifikasi Pengawas Sekolah yang di paksakan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah sebenarnya merupakan batasan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pengawas sekolah/ madrasah. Dikatakan bahwa pendidikan minimum bagi seorang pengawas untuk TK dan SD minimal sudah berpendidikan sarjana (S1) atau diploma 4. Sedangkan untuk Pengawas SMP/ MTs dan SMA/MA serta SMK/ MAK minimal harus berpendidikan magister (S2). Itu yang formal, belum segudang kemampuan profesional yang melekat pada kapsitas masing-masing pengawas yang menyandangnya.

Segudang kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pengawas antara lain:

  1. Kompetensi kepribadian

  2. Kompetensi supervisi dan managerial

  3. kompetensi supervisi akademik

  4. Kompetensi evaluasi pendidikan

  5. kompetensi penelitian pengembangan, dan

  6. kompetensi sosial.


ke-6 kompetensi yang harus melekat pada seorang pengewas ini juga merupakan pekerjaan rumah yang teramat berat untuk bisa di wujudkan. Mengapa demikian?

Bukan rahasia lagi bahwa sistem rekruitmen pengawas sekolah masih didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat pragmatis. Bisa berupa kepentingan ekonomi, bisa juga karena lebih kepada kepentingan politis. Adapun kepentingan yang lebih bersifat profesional akademik selalu tersingkir oleh ke-2 kepentingan tadi. Oleh karena itu, penjabat pengawas sekolah lebih banyak diemban oleh mereka yang memiliki kesamaan dua kepentingan tersebut.

Banyak diantara mereka yang belum mencapai jenjang pendidikan sarjana (S1). Dan banyak diantara mereka yang sebenarnya masih belum mampu menguasai ke-6 komptensi di atas.

Solusi yang dilakukan pemerintah

Menyikapi kondisi di atas, nampaknya pemerintah lebih memilih langkah "aman" dengan mengakomodasi 2 kepentingan di atas, atau karena pemerintah memang punya kepentingan terhadapnya. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah adalah:

  1. Persyaratan ijazah diterapkan bagi calon pengawas. Sedangkan yang "sudah terlanjur" menjadi pengawas adalah pengecualian. Apakah ada keharusan bagi mereka yang belum S1 ? Kalau tidak bagaimana?

  2. Kompetensi kepribadian mungkin, masih menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah.

  3. Kompetensi supervisi dan managerial. Sepertinya tidak menjadi pertimbangan utama agar seseorang bisa diangkat menjadi seorang pengawas. Alasan utama kemampuan ini bisa dipelajari sambil menjalankan tugas kepengawasan. Namun, jika dilihat secara obyektif, bukankah kemampuan ini sudah harus ditunjukkan pada kedudukan sebelumnya, misalnya pada saat menjadi Kepala Sekolah maupun pada saat menjadi Guru dengan observasi kemampuan menangani berbagai event yang pernah ditanganinya.

  4. kompetensi supervisi akademik. Hampir sama dengan no 3. Bukan menjadi pertimbangan utama, karena terbukti banyak pengawas yang memiliki komptensi akademik di bawah rata-rata guru.

  5. Kompetensi evaluasi pendidikan, kemampuan ini juga sama dengan no-3. Bukan menjadi pertimbangan utama, walaupun kompetensi ini sebenarnya sudah harus ditunjukkan pada saat ia menjadi guru atau kepala sekolah.

  6. kompetensi penelitian pengembangan, Nah inilah yang rata-rata tidak sama sekali menjadi pertimbangan.

  7. kompetensi sosial. Ini menjadi pertimbangan, namun mungkin lebih sempit pengertiannya. Kompetensi sosial dalam arti kemampuan bersosial secara fertikal saja mungkin sudah cukup. Adapun kemampuan bersosial secara horisontal mungkin masih bisa dikesampingkan.


Para pembaca yang terhormat, mungkin lantas bertanya-tanya bagaimana sebaiknya sistem rekruitmen pengawas yang baik? Disini saya belum akan memberikan ide atau gagasan, namun saya yakin anda semua sudah memikirkan hal tersebut. Bukan begitu?


No comments:

Post a Comment