Tuesday, April 21, 2009

KARTINI tempo doeloe dan masa kini

[caption id="attachment_704" align="alignleft" width="300" caption="Kartini's Family"]Kartini's Family[/caption]

Pagi ini saat aku berangkat kerja ke kantor DBE 2 Jawa Tengah di Jl Argopuro No 31 Semarang, aku dengarkan siaran radio di mobil. Hampir semua radio lokal mengusung tema kartini. Ada salah satu stasiun radio yang membuat agenda menarik yaitu dengan survei sekolah mana yang pada hari ini (21 April 2009) merayakan Hari Kartini dengan mengenakan pakaian adat daerah.



Sepanjang perjalanan kurang lebih 30 menit belum ada satupun pendengar yang menelpon bahwa dia tahu ada sekolah yang merayakan hari kartini dengan mengenakan pakaian daerah. Merasa penasaran aku sepanjang jalan juga mengamati kalau-kalau ada anak sekolah yang pada hari ini mengenakan pakaian adat daerah seperti halnya pada tahun 1980-an dulu. Ternyata memang tidak aku temui.

Lantas apakah bangsa kita sudah tidak peduli lagi dengan pahlawan Emansipasi wanita Indonesia itu, ataukah memang paradigma masyarakat kita sudah berubah. Dari pengamatan saya sependapat dengan pandangan yang ke-2, yaitu memang paradigma masyarakat kita sudah berubah. Namun yang menjadi pertanyaan dibenak saya adalah perubahan paradigma tersebut berubah ke arah mana? Tidak mudah menjawab itu, namun dari berbagai perbincangan  dapat saya perkirakan bahwa paradigma masyarakat melihat Kartini masa kini tersebut ada beberapa kemungkinan perubahan arah, yaitu sebagai berikut:

  1. Masyarakat memandang bahwa memperingati hari Kartini dengan mengenakan pakaian adat daerah merupakan pekerjaan yang sia-sia. Apakah dengan mengenakan pakaian daerah bangsa kita lantas bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain? Bukankah memperingati hari kartini dengan berpakaian daerah hanya sebuah ritual saja? Atau dengan mengenakan pakaian daerah ada makna tentang pelestarian kebudayaan Nasional yang sangat kaya? Yang jelas kini model peringatan hari Kartini dengan mengenakan pakaian adat daerah sudah mulai dtinggalkan.

  2. Perubahan paradigma yang lain masyarakat memandang memperingati hari Kartini yang lebih penting adalah bagaimana wanita Indonesia mampu berbuat secara riil untuk kemajuan negerinya. Kalau di seorang Ibu Rumah tangga, barangkali bagaimana wanita Indonesia mampu mendayung bahtera rumah tangga menuju kearah yang lebih bahagia. Bagaimana dia mampu mendidik putra putrinya menjadi generasi yang tangguh dan beriman sehingga menjadi modal bagi negeri ini untuk membangun negara yang lebih mandiri. Bagitu juga kalau dia seorang guru, mungkin merayakan kartini yang lebih tepat adalah dengan mengabdikan diri sepenuh hati untuk anak didiknya, sehingga ke depan anak didik mereka menjadi generasi yang cerdas dan mandiri sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.Guru Kartini barangkali tidak akan hanya sekedar mengejar sertifikasi, tapi lupa akan mengabdi kepeda negeri ini.

  3. Paradigma lain yang mungkin terjadi perubahan arah adalah, saat-saat ini sudah tidak ada waktu lagi untuk berfikir kepada hal-hal yang seremonial begitu. Para wanita indonesia sedang sibuk dengan proses pemilu. Ada yang langsung menjadi caleg, atau paling tidak ikut sibuk mempersiapkan suaminya yang ikut menjadi caleg. Namun bagi wanita Indonesia yang tidak terlibat langsung menjadi caleg masih juga disibukkan dengan menjadi KPPS, PPK, ataupun panwaslu. Luar biasa. sebuah partisipasi politik yang sangat tinggi bagi wanita Indonesia saat ini. Mudah-mudah wanita Indonesia lebih banyak yang kuat mental walaupun cita-cita meniti karir di bidang politik banyak yang mendapati kegagalan.

  4. Perubahan paradigma yang terakhir ini yang sebenarnya tidak kita harapkan. Mengapa wanita indonesia tidak peduli lagi dengan Hari kartini? Barangkali disebabkan karena kondisi mereka yang memang tidak memungkinkan untuk bisa berfikir sampai kepada hari kartini. Mereka sudah bisa makan setiap hari saja sudah prestasi, apalagi harus mememikirkan hari Kartini. Banyak diantara mereka yang masih menggeluti dihari-harinya akan kekerasan suami,  harus hidup menanggung seorang diri tanpa kompetensi apapun yang ia miliki kecuali mengandalkan belas kasihan orang lain.


Kesadaran akan perubahan paradigma wanita Indonesia semoga membawa kearah yang lebih baik bagi kelangsungan negeri tercinta ini.

No comments:

Post a Comment